Energy Alternatif Indonesia (4)

Tentu, permainan protection global Negara maju terhadap minyak fosil akan semakin seru dan secara otomatis pula akan diikuti proteksi terhadap teknologi bahan bakar alternatif seperti yang dilakukan Amerika, Eropah, Cina dan bahkan sebagian negara-negara di Amerika Latin. Ini sangat logis sebab metode ini masih cukup cerdas meraup dolar dan patut diwaspadai mulai sekarang dengan gerakan ketahanan energy khususnya sarjana sarjana fuel cell. Alasan yang ketiga tentunya Indonesia sebagai negara yang memiliki SDM dan potensi SDA yang sangat berlimpah untuk bahan bakar alternatif sedini mungkin dapat mengambil inisitif menjadi produsen bahan bakar alternatif di dunia internasional dalam masa jangka menengah dan panjang. Hal ini sudah sukses dilakukan Canada mengeksport Hidrogennya ke Amerika, eropah dan Jepang. Adalagi alasan yang paling menarik yaitu ikatan kerjasama yang sangat kuat dari 120 negara yang berpusat di inggris untuk melakukan pengembangan energI alternatif terutama hydrogen yang memacu negara maju untuk segera membuat infrastrukturnya. Dengan demikian, mau tak mau Indonesia harus mengikutinya untuk memasang kuda kuda yang kuat. Lebih lanjut lagi, peralihan energi jangka menengah ini kearah jangka panjang sampai tahun 2030, fenomena negara negara maju membangun teknologi penghasil bahan bakar alternatif Hidrogen berbasis nuklir sudah cukup jelas. Konsepnya sangat sederhana, energi listrik yang melimpah dengan harga murah digunakan untuk pembuatan bahan bakar alternatif hidrogen dari air. Tentu saja hidrogen ini sangat murah. Sedangkan teknologi yang digunakan untuk menghasilkan energi dari gas Hidrogen ini dengan modifikasi teknologi mesin BBM menjadi mesin LPG diteruskan menjadi mesin Hidrogen atau dengan teknologi Fuel Cell (sel bahan bakar).

baca lanjutan ke 5

=============================================================================

Direct Methanol Fuel Cells:

Direct-methanol fuel cells or DMFCs are a subcategory of PEM fuel cells where, the fuel, methanol, is not reformed, but fed directly to the fuel cell. Storage of methanol is much easier than that of hydrogen because it does not need to be done at high pressures or low temperatures, as methanol is a liquid from -142.6 °F to 148.5 °F). Additionally, the energy density of methanol is much higher than that of highly compressed hydrogen.

The efficiency of direct-methanol fuel cells is low due to the high permeation of methanol through the membrane, which is known as methanol crossover, and the dynamic behavior is sluggish. Other problems include the management of carbon dioxide created at the anode. Current DMFCs are limited in the power they can produce, but can still store a high amount of energy content in a small space. Basically, DMFC’s can produce a small amount of power over a long period of time. This makes them ill-suited for powering vehicles, but ideal for consumer goods that do not require high power and high storage such as cell phones, laptops, or digital cameras.

Methanol is toxic and flammable. However, the International Civil Aviation Organization's (ICAO) Dangerous Goods Panel (DGP) voted in November 2005 to allow passengers to carry and use micro fuel cells and methanol fuel cartridges when aboard airplanes to power laptop computers and other consumer electronic devices.

Comments